Cara Memperkaya Diri
Ada hal yang cukup menarik dalam hidup saya. Saya terlahir dari keluarga yang bisa dibilang berkecukupan secara finansial: bapak saya petani sukses yang memeiliki beberapa ekor sapi yang dia gunakan untuk membajak sawah dan sawah yang luas.
Jaman itu, sekitar tahun 1990an, karena kegigihan bapak, bapak saya menjadi salah satu orang yang bisa membeli sepeda motor di sana.
Namun, sekitar tahun 2000an, kakak saya kuliah dan saya mulai sekolah. Keuangan keluarga selama 10 tahun sampai 2010 nampaknya makin tidak baik-baik saja.
Bapak dan Emak banyak hutang sana-sini. Semasa SMA saya semakin kurus, pun ketika kuliah.
Kemiskinan itu masih berlanjut sampai saya lulus kuliah tahun 2015. 15 tahun yang melelahkan.
Walaupun saat itu Mbak saya sudah menjadi guru SMP, tapi itu tidak menutup kebutuhan. Banyak hutang sana sini.
Bapak dan emak sampai ikut kontrak menanam tebu di tetangga, bisa dibayangkan gatalnya bagaimana. Sawah yang luas disewakan selama 5 tahun. Semuanya untuk menutup biaya kuliah. Semua keluarga saya menjadi kurus, termasuk saya.
Nasib mulai berubah ketika saya diterima kerja di bengkel pesawat. Gaji saya cukup untuk membiayai hidup saya sendiri dan sedikit buat keluarga di kampung halaman.
Tahun 2017 saya berani menikah dengan modal pas-pasan. Menikah sederhana dengan istri saya saat ini. Alhamdulillah keluarga sudah tidak memiliki hutang lagi, mulai bisa menabung untuk ibadah haji dan bisa sedikit-sedikit mempercantik rumah.
Kakak saya dan suaminya juga sudah bisa membangun rumah impian mereka. Sedangkan saya, saya mulai kredit rumah kecil untuk sekedar berteduh.
Sebuah hidup yang benar-benar tak pernah terfikirkan ketika aku masih kecil dan remaja.
Tahun ini, 2024, dengan gaji yang sudah meningkat karena masa kerja yang juga sudah lama(hampir 9 tahun), nampaknya saya juga belum sekaya yang saya harapkan. Saya masih mencicil rumah dari sepertiga gaji, istri masih ikut mencari uang dengan gaji dibawah UMR, saya kemana-mana masih menggunakan motor karena belum punya mobil, kredit mobil pun belum mampu.
Saya tidak menyalahkan Covid yang meluluh-lantakkan perekonomian negara 5 tahun lalu, walaupun itu berpengaruh juga buat ekonomi saya.
Bagaimanapun covid mengajarkan kepada manusia bahwa manusia dengan segala kesombongannya bisa kalah oleh makhluk yang bahkan mata telanjang tak sanggup melihatnya.
Saya belum kaya hingga saat ini, tapi juga tidak miskin. Bisa dibilang kelas menengah.
Ciri-ciri kelas menengah adalah kredit dimana-mana, dan juga hutang. Kelas yang orang-orangnya bekerja mati-matian tapi uangnya abis buat cicilan. Kalau kelas menengah ini tidak mau berubah, nantinya ditakutkan kredit dan hutangnya akan tetap ada hingga dia tua dan meninggal. Naudzubillah.
Akhirnya saya membeli buku-buku tentang keuangan seperti Financial Freedom karya Grant Sabater, Rich Dad Poor Dad karya Robert T. Kiyosaki, The Intelligence Investor karya Benjamin Graham, Bussiness Primbon karya Helmy Yahya, The Deals of Warren Buffett karya Glen Arnold, Who Wants to be a Rational Investor karya Lukas Setia Atmaja, 7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula karya Dewa Selling, Bisnis Ekspor Itu Mudah karya Pak Nursyamsu dan Nur Hidayat, buku Sadar Kaya karya Mardigu Wowiek, buku Value Investing karya Teguh Hidayat dll.
Menjadi kaya tampaknya memang tidak mudah. Kalau memilih menjadi investor harus memiliki kesabaran seluas lautan, mau menunggu hingga 5 tahun atau bahkan 20 tahun hingga bisnisnya berkembang.
Kalau memilih menjadi pengusaha harus bermental baja: bisa menghadapi client, jago jualan, ngerti resiko, kuat mental jika gagal dll.
Kalau memilih menjadi eksportir harus jago regulasinya, harus cek laboratorium jika produknya makanan dan consumer goods, harus bisa produksi massal, harus punya buyer dari luar negeri dll.
Dan kalau ingin enak, nyaman dan bisa haha hihi, jadilah karyawan. Tapi nampaknya jika jadi karyawan perekonomian saya akan seperti ini saja. Menjadi kelas menengah.
Jadi bagaimana supaya menjadi kaya?
Jika kamu memilih menjadi investor, jadilah investor fundamental atau maksimal value investor seperti Teguh Hidayat. Janganlah menjadi trader atau Spekulan, selain karena etika, ternyata hal itu juga dilarang oleh agama. Maka jadilah investor yang baik dan benar seperti Warrent Buffet dan LKH.
Investor Fundamental seperti Warren Buffett dan Lo Kheng Hong menyarankan untuk kita menanamkan modal pada perusahaan yang benar-benar bagus secara fundamental: Laba naik, nilai buku bagus, resiko kecil, ekuitas dan liabilitas seimbang dll.
Jika kamu memilih menjadi pengusaha, jadilah pengusaha yang baik. Pupuk mental pengusaha dulu sedari sekarang. Robert T. Kiyosaki menyarankan untuk membentuk mental terlebih dahulu. Kata-kata "Aku tidak mampu membelinya" sangat dilarang. Karena hal itu akan melemahkan Otak. Lebih baik diganti dengan "Bagaimana cara agar saya bisa membelinya?". Perubahan mainset seperti itu akan berpengaruh besar dalam jangka panjang. Pun seperti itu yang dikatakan oleh Mardigu Wowiek, mental itu penting.
Jika sudah terbentuk mental harus belajar cara jualan seperti Dewa Selling, dia memiliki 30 cara untuk menghipnotis pelanggan agar pelanggan bilang "iya" dan membeli produkmu.
Jika memilih menjadi eksportir kamu minimal harus bisa bahasa Inggris dan paham regulasi tiap negara dan kawasan. Harus bisa menghitung biaya produksi dan pengiriman, tau metode pembayaran, harus tau kualitas dan grade suatu produk, tau pasar yang potensial di negara mana, dll.
Dan kalau memilih menjadi karyawan, ya seperti saya saat ini sekarang, menikmati pagi sambil menhirup ozon dari alam, duduk di ruang tamu di rumah yang masih kredit, menulis cerita ngalor-ngidul sambil ditemani kopi, istri masak sambil rebutan colokan laptop saya yang sudah tak ada baterainya, nanti agak siang jam 9 melihat pergerakan saham yang uang yg ditanam disana tak terlalu banyak juga. Yang bisa dilakukan hanya berharap gaji, walau naiknya tidak ada 10% tapi bersyukurnya sudah kenceng.
Jadi, mau seperti apakah kamu 5 bahkan 50 tahun mendatang?